|  | 

Pandangan Fraksi

FPKB Desak Pemerintah Moratorium Perpanjangan HGU Perkebunan

Jakarta-Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy mengusulkan kepada pemerintah agar melakukan moratorium terhadap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) dan moratorium terhadap HGU baru atas kawasan perkebunan terhadap kalangan swasta.

“Saat ini, umumnya HGU tersebut sudah habis masa kontraknya karena sudah 30 tahun masanya. Sehingga, kalau HGU ini diperpanjang lagi, maka kesempatan untuk mengevaluasinya adalah 30 tahun lagi”ujarnya saat membebrikan presentasi materi dalam diskusi tersebut.

Demikian salah satu kesimpulan sebuah diskusi publik yang bertajuk “Meneguhkan Mandat Konstitusi : Tanah Untuk Rakyat” yang diselenggarakan oleh FPKB DPR, Rabu, (25/5) di ruang rapat FPKB DPR RI, lantai 18, Gedung Nusantara I, Jakarta,

Dalam diskusi tersebut, Lukman Edy memaparkan bahwa saat ini, FPKB mendorong dibentuknya undang-undang pertanahan.

“Alhamdulillah, saat ini  sudah masuk dalam Prolegnas 2015. Artinya RUU pertanahan ini akan dibahas dan disahkan menjadi undang-undang tahun ini juga”terangnya.

Ia menegaskan, bahwa RUU pertanahan ini bukan menghapus atau mengganti undang-undang pokok agraria (UU PA) yang sudah ada. Melainkan, RUU Pertanahan ini mendetailkan dan menjelaskan lebih lanjut atas apa yang sudah termaktub dalam UU PA sebagai payung hukumnya.

Dalam kajian timnya, menurut Mantan Menteri Pembanguan Daerah Tertinggal (PDT) masa pemerintahan SBY periode pertama ini menyebutkan, ada sembilan persoalan mendasar dalam masalah pertanahan di Indonesia saat ini yang perlu diakomodir dalam RUU Pertanahan yang akan disahkan nanti.

Pertama; masalah tumpang tindih kepemilikan lahan, karena menurutnya, tumpang tindih kepemilikan lahan ini telah menjadi permasalahan jamak yang ditemukan di hampir semua daerah. Sehingga masalah ini menjandi pemicu terjadi konflik vertical dan horizontal atas tanah.

Kedua; masalah tanah terlantar. Menurutnya, dengan mengutip data dari Badan Pertanahan Nasional tahun 2010, tanah terlantar kurang lebih mencapai 7,3 juta hektar dengan potensi kerugian Rp 54.5 triliun pertahun.

Ketiga; masalah kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan lahan. keempat; masalah database tentang pemanfaatan lahan dan penggunaan ruang. Kelima; masalah kesulitan mengurus sertifikat tanah. Keenam; masalah sumberdaya, sarana, dan prasarana. Ketujuh; masalah pengakuan atas tanah adat atau tanah ulayat. Delapan; masalah ganti rugi tanah. Dan Sembilan; masalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta kesesuaian undang-undang pemerintah daerah denan undang-undang sektoral.

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.