|  | 

Berita Nasional

Dana Saksi Pemilu dibebankan APBN/APBD, Lukman Edi: Untuk Menghindari Transaksional Calon Dengan Pemilik Modal

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang sedang dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) Pemilu mengsulkan bahwa dana saksi pemilu dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Ketua Pansus Pemilu dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edi, hal ini penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan penguatan pertanggungjawaban keuangan peserta pemilu.

“Kita ingin pemilu itu bisa lebih jujur, lebih adil, lebih bisa saling mengawasi, masyarakat bisa mengawasi tanpa ada kecurangan, tanpa ada manipulasi,” jelas Lukman di Jakarta, Rabu, 17/5.

Lebih khusus lagi, lanjut Lukman, hal ini disepakati sebagai penguatan dari sisi pertanggungjawaban keuangan peserta pemilu, calon presiden (capres), calon legislatif (caleg), dan partai politik (parpol) agar tidak terjadi kecurangan. Dia menjelaskan, Panitia Khusus (pansus) dan Panitia Kerja (panja) sudah menyepakati hal tersebut.

“Itu sudah kita sepakati pasal-pasalnya. Auditnya tidak seperti dahulu lagi, audit yang pura-pura. Selama ini kan audit kita pura-pura saja,” ucapnya.

Misalnya, jelas Lukman, dilaporkan dana kampanyenya 2,5 Miliyar. Tapi fakta di lapangan berbeda dengan pelaporan tersebut. Peserta pemilu berapa kali melakukan rapat akbar dengan memobilisasi ribuan orang menggunakan seragam semua, dan juga menyelenggarakan pertunjukan musik. Secara kasat mata kita bisa menilai berapa sih dana sebenarnya. Sehingga ada disparitas antara laporan keuangan yang diberikan oleh peserta pemilu, baik itu capres maupun parpol dengan fakta-fakta dilapangan.

Sehubungan dengan penguatan terhadap pelaporan dana kampanye, sesuai yang sudah disepakari dalam panja dan pansus, Lukman menyebutkan, ada dua hal. Pertama, dana kampanye yang sudah dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus terbukti di lapangan. Kedua, semua penyumbang, selain dilaporkan sendiri oleh calon, penyumbang sendiri harus memberikan laporan kepada KPU.

“Itu kan artinya nanti semua peserta pemilu, mau keluar berapapun mau dilaporkan berapapun dana kampanyenya, itu harus terbukti di lapangan, bener gak dia menyumbang 2,5 M misalnya. Kemudian ketika dia menyumbang 2,5 M itu, sesuai tidak dengan kapasitasnya? Kalau nama penyumbang itu faktanya dia hanya membayar pajak 250 rinbu pertahun, itu kan gak make sense. Ini yang kita sebut sebagai bentuk pelaporan yang tidak transparan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Lukaman menambahkan, untuk mengantisipasi hal itiu, pihaknya sudah memberikan penguatan dalam RUU tersebut. menurutnya, jika dana saksi dibebankan kepada parpol maupun caleg atau capres, hal ini akan menyulitkan calon tersebut untuk memberikan pelapoarn berapa dana yang dia keluarkan untuk dana saksi, ini bisa menyulitkan calon.

“Jumlahnya itu banyak hampir 600 ribu TPS. Nah ketika ini serentak, menurut kami ini akan menjadi beban para capres. Siapa yang akan bertanggungjawab dengan dana 1 Triliun misalnya” terangnya.

Menurutnya, ini akan membuka peluang bagi capres untuk melakukan transaksional  dengan pemilik modal. Padahal, UU ini disamping akuntabilitas transparansi pertanggungjawabangya kita perkuat, kita juga mendorong bagaimana UU ini anti terhadap campur tangan pemilik modal.

“Ini sudah menjadi penyakit pemilu kita. Unsur konsolidasi demokrasi yang kita perkuat dalam UU ini adalah bagaimana konsolidasi demokrasi kita semakin jauh dengan pemilik modal,” tukasnya.[]

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.