|  | 

Berita Nasional

Peggi: Freeport Jangan Dipolitisasi

JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Peggi Patrisia Patipi meminta ketegasan Presiden atas polemik yang yang terjadi pada PT Freeport Indonesia (PTFI). Pasalnya, pengalihan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus dinilai bermuatan politik.

“Ketegasan Jokowi penting untuk memberhentikan polemik yang terjadi saat ini. Sebab eksistensi Freeport menjadi ketergantungan yang sangat besar terhadap pembangunan masyarakat di Papua bahkan di Indonesia,” kata Peggi, selasa 16/2.

Terkait status IUPK yang diberikan kepada Freeport, menurutnya, perlu ada ketegasan yang konstruktif dan bijaksana dari Presiden Joko Widodo. Pemerintah Pusat, lanjutnya, harus memberi jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar dunia di Indonesia itu.

“Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) terkait pengalihan status IUPK agar Freeport dapat mengekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tapi belum sampai tahap pemurnian), tentunya perlu ada jaminan investasi yang jelas, sebab kewajiban pajak untuk pemegang KK dan IUPK memiliki perbedaan mendasar,” ungkapnya Anggota Komisi VII DPR RI ini.

Peggi mengungkapkan, IUPK prinsipnya prevailing, yaitu mengikuti aturan pajak yang berlaku. Artinya, pajak dan royalti yang dibayar PTFI dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dapat berubah-ubah sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Berbeda dengan KK, lanjut Peggi, yang sifatnya naildown, pajak dan royalti yang dibayar besarnya tetap, tidak akan ada perubahan hingga masa kontrak berakhir.

“Freeport keberatan dengan IUPK yang sifatnya prevailing karena khawatir dibebani pajak-pajak dan pungutan baru di kemudian hari,” terang Anggota Dapil Papua tersebut. Dia menambahkan, hal ini akan menjadi ancaman yang kompleks apanila tidak ada kelanjutan operasional perusahaan tambang tersebut.

Menurutnya, jika negosiasi antara kedua belah pihak tidak terjalin, maka akan berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Yang terkena dampak pertama jika terjadi PHK adalah karyawan kontraktor dan privatisasi, menyusul karyawan Freeport yang jumlahnya diperkirakan mencapai 19.449 dari total 32.416 karyawan yang menggantungkan hidup di perusahaan tambang tersebut,” ungkapkan. Selain itu, tambahnya, jika Freeport benar-benar tidak berproduksi, maka puluhan ribu warga Mimika yang menggantungkan hidupnya sebagai pendulang tradisional juga kehilangan mata pencahariannya.

“Merekapun sama seperti karyawan yang di PHK, jadi pengangguran di Timika,” jelas Peggi.

Bukan hanya itu, peggi mengungkapkan, imbasnya akan sangat luas, termasuk dana kompensasi, kemitraan dari PTFI untuk sektor kesehatan, pengembangan ekonomi dan pendidikan bakal terganggu.

“Melalui LPMAK, jaminan beasiswa pendidikan kepada masyarakat pasti hilang. Begitu juga masalah kesehatan bagi warga lokal yang semuanya ditanggung melalui fasilitas kesehatan RSMM (Rumah Sakit Mitra Masyarakat) pasti terganggu, bahkan dampak terbesarnya adalah aksi kriminalitas akan semakin meningkat,” ungkapnya.

Untuk itu, pemerintah diminta secepatnya menangani secara serius, jangan sampai dibiarkan berlarut hingga adanya muatan politik yang menghambat negosiasi penuntasan solusi masalah Freeport.

“Saya harap negosiasi antara Freeport dengan Pemerintah Pusat bisa sejalan dan menguntungkan kedua belah pihak, tanpa ada kepentingan politik dari kebijakan IUPK. Jangan sampai rakyat Papua, khususnya Timika dirugikan dari operasional Freeport,” tutupnya.[]

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.