|  | 

Berita Nasional

Anggota DPR RI: Aset Negara ‘Hilang’ Salah Dahlan Iskan

IMG_0307JAKARTA- Kondisi ideal Badan usaha milik negara (BUMN) sebuah negara bisa menjadi lokomotif pembangunan. Namun untuk mewujudkan kondisi ideal tidak semudah membalik telapak tangan. Pun demikian BUMN yang ada di Indonesia masih perlu perbaikan secara menyeluruh mulai dari regulasi hingga produksi. Banyak modus yang justru menghindari untuk memberikan pendapatan bagi negara.

"Sumber masalah Permen BUMN No 3 tahun 2012 dimana dalam peraturan warisan pemerintah sebelumnya ini status anak perusahaan dibawah BUMN bukan milik negara. Akibatnya aset negara berpindah tangan ke BUMN," jelas Anggota Komisi VI DPR RI, Neng Eem Marhumah Zulfa dalam acara diskusi publik bertajuk "Meneguhkan peran BUMN sebagai agen pembangunan" di Ruang rapat FPKB, lt.18 Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (23/4).

Menurut Politisi Daerah Pemilihan Jawa Barat III,  kebijakan yang dibuat menteri negara BUMN yang lalu membuat aset negara 'hilang'. Potensi tersebut sangat terbuka karena faktanya banyak perusahaan BUMN melakukan modus mempermainkan laporan keuangan merugi.

"Kebijakan Pak Dahlan Iskan itu (Permen BUMN no 03/mbu/2012) yang membuat aset negara milik publik menjadi milik BUMN padahal bukan aset BUMN. Modus anak perusahaan dengan merubah deviden yang disetorkan ke negara dengan laporan kerugian atau berkurang karena untuk 'menambal' anak perusahaan, karena anak perusahaan tidak punya kewajiban setor ke negara," imbuh Eem Kapoksi Komisi VI ini.

Eem menjelaskan DPR tidak mempunyai kewenangan untuk mengawasi anak perusahaan karena tidak ada peraturan atau undang-undang yang mengatur. "Dalam UU no 19 tahun 2007 hanya disebutkan DPR mengawasi induk perusahaan, bagaimana kondisi anak perusahaan atau cucu perusahaan kita tidak tahu," tuturnya.

Sementara Ahmad Erani Yustika dalam diskusi tersebut menyoroti reorientasi kebijakan dan pengelolaan BUMN. Dimana hampir seluruh kekayaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh asing.

"Dalam keputusan Mahkamah Konstitusi tentang cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak jelas harus dikelola oleh negara dalam hal ini BUMN. Jadi seluruh perusahaan asing yang mengelola migas dan kekayaan alam lain harus dinasionalisasi," papar Erani yang juga Direktur Indef ini.

Menurutnya untuk mengoptimalkan BUMN menjadi agen pembangunan perlu dilakukan revisi undang-undang BUMN. Erani juga berharap melalui Fraksi PKB untuk benar-benar mengawal rancangan undang-undang sistem ekonomi.

"Kita bersyukur revisi Undang-undang BUMN sudah tepat waktunya dan Rancangan Undang-undang Sistem Ekonomi juga sudah masuk Prolegnas. Semoga Fraksi PKB bisa mengawal dengan baik demi BUMN yang lebih bermanfaat," jelas Erani, dosen Ekonomi Universitas Brawijaya ini.

Dalam diskusi publik kali ini ada perwakilan dari BUMN yakni Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko (PIRM) PGN, M. Wahid Sutopo.  Namun Wahid hanya menceritakan perjalanan PGN dan laba yang disumbakan ke negara. Wahid juga meminta bantuan FPKB agar pemerintah menambah slot alokasi pengelolaan gas.

"Kebutuhan pasar sudah 2000 mmb saat ini, kami minta ditambah lagi karena masyarakat butuh, pasar tersedia dan sistem produksi kami siap. Sekarang alokasi yang dikasih SKK Migas dan Kementerian ESDM hanya 800 mmb," jelas Wahid.

Diskusi publik sendiri dibuka oleh Sekretaris Fraksi PKB, Jazilul Fawaid yang berharap mendapat masukan untuk jadi sikap fraksi PKB. Narasumber yang hadir Anggota FPKB, Eem Marhumah, Ekonom, Prof. Ahmad Erani Yustika, Direktur PGN, M. Wahid Sutopo.

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.