|  | 

Berita Nasional

1 Tahun Pemerintahan Prabowo, PKB : Penegakan HAM Harus Lebih Kongkret

JAKARTA — Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion, menilai langkah pemerintah memisahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menjadi kementerian tersendiri merupakan sinyal positif dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat komitmen terhadap penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

“Pemisahan itu menunjukkan bahwa pemerintah ingin memberi ruang lebih besar bagi isu-isu HAM agar tidak tenggelam dalam urusan hukum dan administrasi negara,” kata Mafirion di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Ia menambahkan, perhatian terhadap HAM juga tercermin dalam program Asta Cita, di mana demokrasi dan hak asasi manusia ditempatkan pada urutan pertama dari delapan cita pembangunan nasional. “Ini menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo ingin menempatkan HAM sebagai fondasi utama dalam membangun negara,” ujarnya.

Mafirion menilai penunjukan Natalius Pigai sebagai Menteri HAM merupakan langkah simbolik sekaligus substantif. Sosok aktivis HAM tersebut diharapkan dapat membawa komitmen baru dalam penegakan HAM di lapangan. “Publik tentu menaruh harapan besar bahwa penunjukkan Menteri HAM bukan hanya simbol, tapi harus menjadi motor perubahan dalam praktik penegakan HAM,” ucapnya.

Ia juga mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang menegaskan bahwa pemerintah menyadari masih banyak tugas yang belum terselesaikan namun tetap berkomitmen untuk menegakkan HAM. “Pernyataan itu harus diterjemahkan dalam kebijakan konkret, bukan sekadar wacana politik,” tegas Mafirion.

Menurutnya, sejumlah lembaga masyarakat sipil seperti KontraS dan YLBHI masih mencatat keterlambatan dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia mendorong pemerintah membuka ruang dialog lebih luas dengan kelompok masyarakat sipil agar penegakan HAM tidak berhenti pada simbol atau seremonial.

“Pemerintah perlu memastikan langkah nyata yang berpihak pada korban,” katanya.

Mafirion juga menyoroti dampak pengetatan anggaran terhadap tersendatnya bantuan sosial bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia menekankan bahwa program pemulihan hak korban harus menjadi prioritas utama. “Negara tidak boleh abai terhadap tanggung jawab moral dan konstitusionalnya. Bantuan sosial bagi korban bukan belas kasihan, tetapi bentuk pemulihan yang dijamin konstitusi,” ujarnya.

Selain itu, Mafirion mengingatkan pemerintah agar menghindari potensi pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti di kawasan Rempang-Galang dan wilayah lain. “Proyek strategis tidak boleh mengorbankan hak rakyat atas tanah, lingkungan, dan tempat tinggal. Pemerintah harus memastikan pendekatan pembangunan yang humanis dan berkeadilan,” tegasnya.

Ia menutup dengan menekankan bahwa kebijakan HAM harus sejalan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945, yakni pembangunan yang berkeadilan dan menempatkan rakyat sebagai subjek utama. “Penegakan HAM sejati adalah yang berpihak pada rakyat dan selaras dengan nilai kemanusiaan dalam Pasal 33 UUD 1945,” pungkas Mafirion.

Penulis : Rach Alida Bahaweres

Related Articles

A new version of this app is available. Click here to update.