FPKB Gelar Diskusi Publik Merawat Kebhinekaan di Bumi Papua

JAKARTA- Fraksi PKB menggelar diskusi publik bertajuk 'merawat toleransi dan kebhinekaan di bumi Papua untuk memperkuat NKRI' di ruang rapat lt.18 Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta. Selama ini topik tersebut menjadi concern PKB, diskusi kali ini sebagai bentuk alternatif jawab terhadap berbagai kesan yang tidak menguntungkan bagi keberlangsungan kehidupan kebangsaan di NKRI.
"Papua seperti gadis cantik yang menawan banyak orang hingga internasional, entah untuk wisatawan hingga investasi. Papua punya makna khusus bagi kami, dari nama Irian Jaya, pendiri PKB, Gus Dur lah yang mengembalikan nama Papua lagi berikut demokrasinya," kata Sekretaris FPKB, Jazilul Fawaid saat membuka acara diskusi publik di Jakarta, Rabu (9/9).
Hadir dalam diskusi tersebut narasumber antara lain DR. H. Marsyudi Syuhud (Ketua PBNU), KH. Saiful Islam Alfayage (Ketua MUI Papua), Hj. Peggy Patricia Pattipi (Anggota DPR RI FPKB Dapil Papua) dan Kh. Maman Imanul Haq (Anggota Komisi VIII DPR RI FPKB).
Ketua MUI Papua memaparkan pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan TNI dan Polri dalam menyeleksi da'i yang masuk ke Papua agar memiliki sertifikat MUI. Hal itu untuk meminimalisir masuknya paham yang menyebarkan kebencian.
"Kami melakukan MoU bersama Pangdam Papua dan Kapolda Papua untuk menyeleksi da'i yang masuk ke Papua harus yang rahmatan lil alamin. Ini untuk menjaga kerukunan beragama dan jangan sampai terulang peristiwa Tolikara," ujar da'i jebolan Pesantren Sukorejo, Situbondo ini.
Dalam kesempatan itu, Alfayage meminta Anggota DPR RI FPKB memperhatikan pendidikan anak-anak Papua. Menurutnya minimnya sarana pendidikan menjadi sumber masalah sosial yang terjadi konflik.
"Saya meminta perhatikan pendidikan rakyat Papua dan jangan ada dusta antara Jakarta dengan Papua. Jika memang hak rakyat Papua kasihkan jangan ditahan agar rasa memiliki negara ini semakin kuat," tukas Alfayage.
Sementara Peggy menjelaskan Papua mempunyai konsep toleransi dan keberagamaan yang dikenal dengan konsep satu tungku tiga batu. Konsep berlandaskan jalinan keluarga manakala berbeda agama tetap saling menghormati.
"Kami melakukan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhan disana seperti membangun gedung pendidikan Alquran dan posyandu sebagai sarana perekat lintas agama. Konsep Islam Nusantara sangat cocok disana karena dibutuhkan pemahaman luas dalam keberagaman," imbuh Peggy.