|  | 

Berita Nasional

Revisi UU Pilkada Segera Diparipurnakan

Jakarta-Komisi II DPR dan pemerintah telah berhasil menyelesaikan pembahasan revisi UU Nomor 1/2015 tentang Pilkada. Setelah sebelumnya melewati perdebatan mengenai sejumlah poin revisi, akhirnya sejumlah poin krusial tersebut berhasil disepakati.

“Pembahasan semalam hingga jam 03.00 WIB, baru selesai di tingkat timus (tim perumus). DPR dan Mendagri yang selama ini berbeda sudah ada titik temu,” kata anggota Komisi II DPR, Jazuli Juwaini saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Lebih lajut Jazuli menjelaskan, ada sepuluh poin yang telah disepakati bersama pemerintah.

“Untuk pilkada serentak nasional kami sepakat digelar pada 2027,” papar Ketua Fraksi PKS itu. Menurut dia, dalam pilkada mendatang tidak ada lagi ambang batas kemenangan sehingga siapa pun pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak, dia yang akan menjadi pemenangnya dengan alasan efisiensi waktu dan biaya.

Karena itu pilkada nantinya hanya berjalan satu putaran. Untuk hubungan kekerabatan dengan petahana seperti anak, orang tua, suami/istri, menantu/ mertua tidak boleh ikut pilkada di satu daerah tertentu.

“Kecuali setelah melewati jeda satu kali masa jabatan,” imbuhnya. Anggota Komisi II dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan, DPR setuju terhadap penguatan pendelegasian tugas kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pilkada. Karena itu pilkada juga akan digelar oleh KPU dan Bawaslu. DPR menyepakati peradilan sengketa pilkada diserahkan kepada MK.

Dengan demikian, Komisi II DPR perlu merevisi kewenangan MK dalamrevisiUU Nomor 1/2015 tentang Pilkada serta memperbaiki mekanisme peradilan sengketa pilkada. “UU Pilkada yang ada saat ini harus direvisi karena memberikan kewenangan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA). MA menyatakan keberatan dan menolak,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggrainisaat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Titi menjelaskan, jika hasil revisi UU Pilkada memang memandatkan MK untuk menyelesaikan sengketa pilkada, MK akan menjalankan perintah tersebut yang tentunya dengan segala perbaikan dan penyesuaian. Melalui revisi tersebut nantinya tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.

Menurut Titi, mengingat pelaksanaan pilkada akan dilaksanakan secara serentak, MK juga meminta adanya peninjauan kembali waktu yang lebih lapang, agar proses penyelesaian sengketa pilkada bisa berjalan baik. “Untuk itu kami mengusulkan tetap MK yang tangani sengketa dengan waktu 1,5 - 2 bulanatau45hari kerja,” ujarnya.

Selain itu, mekanisme peradilan sengketa pilkada juga perlu diperbaiki dan diatur kembali. MK hanya menangani sengketa hasil, sementara sengketa pencalonan kepala daerah tingkat kabupaten/kota diselesaikan diPTUN, dan sengketa pencalonan kepala daerah tingkat provinsi oleh MA.

“Sehingga ada pembagian tugas antarlembaga dan tidak menumpuk di MK saja,” desak Titi. Mengenai usulan DPR yang hendak melibatkan Bawaslu dalam peradilan proses, Titi berpendapat, harus dilakukan reposisi dan transformasi Bawaslu lebih dulu, baik dari sisi kelembagaan, kewenangan, maupun persyaratan pengisian keanggotaan.

“Yang ada sekarang kompetensi dan keanggotaan Bawaslu tidak didesain memiliki kewenangan seperti itu,” tambahnya. Untuk menambahkan kewenangantersebutpada Bawaslu, selain tambahan biaya juga membutuhkan waktu persiapan yang cukup lama.

Menurut Titi, setidaknya itu memerlukan perubahan undang-undang dan proses seleksi anggota baru. Sebelumnya Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan bahwa Komisi II akan mengatur kembali mekanisme peradilan sengketa pilkada. “Kita atur sedemikian rupa,” katanya.

Rambe menjelaskan, MK nantinya hanya menyelesaikan sengketa hasil pilkada saja. Kemudian, untuk proses yang di bawah langsung diselesaikan di bawah. Misalnya, persoalan di TPS di selesaikan di TPS, persoalan di PPK diselesaikan dikecamatan. “Jangan dari TPS naik ke atas dan itu disidangkan oleh MK,” keluh politikus Partai Golkar itu.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kesediaan menangani penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) apabila diamanatkan undang-undang (UU). Karena itu, MK akan menunggu hasil revisi UU Pilkada yang akan dibahas oleh DPR dan pemerintah.

Wakil ketua MK Anwar Usman mengatakan, MK bisa melaksanakan wewenang menyelesaikan pilkada. Namun, dia menegaskan apa yang diperintahkan undang-undang nantinya harus sesuai putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013, yakni apabila belum ada lembaga khusus penyelesaian pilkada.

“Yang jelas dalam salah satu pertimbangan putusan MK sebelumnya disebutkan, selama belum dibentuk atau belum ditunjuk lembaga lain untuk menyelesaikan, MK tetap berwenang memeriksa dan mengadilinya. Itu ada dalam putusan,” ujar Anwar.

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.