PKB : Skema Paylater Baru Harus Disertai Pengawasan Ketat

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKB Neng Eem Marhamah mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur lebih detail skema paylater di Indonesia. Batasan umur dan batasan penghasilan bagi pengguna Paylater tidak akan banyak berguna jika tidak dibarengi dengan pengawasan dan sanksi tegas.
“Kita memberikan apresiasi terhadap terbitnya aturan skema paylater yang memberikan batasan umur dan batasan penghasilan secara jelas kepada calon penggunanya. Kendati demikian dibutuhkan pengawasan sehingga aturan ini tidak diakali di lapangan,” ujar Neng Eem, Sabtu (4/1/2024).
Dia mengungkapkan banyak penggunan paylater di Indonesia yang masuk jebakan utang sehingga menimbulkan keresahan masyarakat. Batasan umur dan batasan penghasilan bagi calon pengguna paylater dipercaya bisa menekan kasus jebakan utang. Kendati demikian bisa jadi di lapangan aturan ini diakali oleh penyelenggara Paylater agar tetap mendapatkan nasabah.
“Salah satu bisnis paylater marak adalah karena kelonggaran syarat bagi calon nasabah dalam memperoleh pinjaman. Nah kalau saat ini aturan diperketat ada potensi penurunan nasabah dan menurunkan margin keuntungan. Pasti ada potensi untuk mengakali aturan sehingga harus ada pengawasan ketat dari OJK,” katanya.
Saat ini, kata Neng Eem, penguna paylater didominasi anak muda yang aktif melakukan transaksi digital. Dari sekitar 14,47 juta pengguna Paylater di Juni 2024 didominasi oleh kelompok usia 21-30 tahun, mencapai 48,06 persen dari total pengguna. Kemudahan akses paylater tidak dibarengi kesadaran finansial. “Masih banyak pengguna yang masih kurang memahami implikasi penggunaan paylater yang berpotensi menyebabkan masalah utang,” katanya lagi.
Neng Eem menegaskan skema paylater harus lebih spesifik dengan memiliki prinsip kehati-hatian dan berorientasi pada perlindungan konsumen. Beberapa aturan yang sebaiknya dimasukkan dalam skema pemberian paylater di antaranya harus ada transparansi terkait suku bunga, biaya, simulasi pembayaran serta laporan kredit. Dalam skema tersebut juga harus ada pembatasan penggunaan misalnya batas kredit maksimal misalnya 30 persen dari pendapatan bulanan serta pembatasan usia kredit. “Untuk pengguna di bawah 25 tahun tanpa penghasilan tetap, pembatasan nilai kredit lebih ketat harus diterapkan,” katanya.
Di lain pihak, perlindungan data konsumen serta mekanisme pengaduan juga harus diatur dalam skema pemberian paylater ini. Penyelenggara, misalnya, wajib mematuhi regulasi perlindungan data serta melarang penggunaan data pengguna tanpa izin. “Harus disediakan juga saluran pengaduan yang mudah diakses dan tanggap untuk menangani keluhan pengguna terkait layanan,” tambahnya.
Semua penyelenggara paylater, kata Neng Eem, harus terdaftar dan diawasi oleh OJK. Penyelenggara diwajibkan menjalani audit berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan. “Harus ada sanksi tegas kepada penyelenggara yang melanggar aturan. Pelanggaran yang dilakukan dapat dikenai sanski administrasi, termasuk pencabutan izin. Termasuk sanksi pidana jika ada pelanggaran hukum,” pungkasnya.