Pj Kepala Daerah Ditangkap KPK, Komisi II: Ini Jadi Pelajaran, Jangan Terjadi Lagi!

JAKARTA – Penangkapan penjabat (Pj) kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sorotan dari Komisi II DPR RI. Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Mohammad Toha meminta agar kasus itu menjadi pelajaran bagi penjabat yang lain dan jangan sampai terjadi lagi.
Setidaknya ada dua Pj kepala daerah yang ditangkap KPK. Yang terbaru adalah Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa. Risnandar ditangkap di Pekanbaru, Provinsi Riau pada 2 Desember 2024 lalu. Risnandar ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru tahun 2024 – 2025.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) itu, KPK mengamankan sembilan orang. Penyidik juga menyita uang tunai sebesar Rp 6,8 miliar. Risnandar diduga menerima uang Rp 2,5 miliar terkait dengan pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru sejak Juli 2024.
Selain Risnandar, sebelumnya KPK juga menangkap Pj Bupati Yan Piet Mosso. Yan Piet ditangkap KPK pada 12 November pada 2023. OTT itu terkait dugaan kongkalikong audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) wilayah Papua Barat. Saat itu, ada lima orang yang diamankan komisi antirasuah.
Mohammad Toha mengatakan, ada sejumlah alasan terjadinya kasus korupsi yang dilakukan Pj kepala daerah. Yang pertama, karena adanya peluang dan kesempatan. Posisi Pj merupakan peluang dan kesempatan yang disalahgunakan. Selain itu, karena rendahnya etika dan integritas.
“Penjabat yang memiliki etika yang rendah dan tidak mempunyai integritas memanfaatkan kesempatan itu untuk melakukan korupsi,” terang legislator asal daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah V itu.
Alasan lainnya adalah karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Kemudian karena adanya perasaan kebal hukum. Pejabat yang melakukan korupsi itu merasa aman dari jeratan hukum, sehingga dia merasa leluasa melakukan tindak pidana korupsi.
Berikutnya, lanjut Mohammad Toha, hasrat pribadi karena gaya hidup dan status sosial juga menjadi penyebab terjadinya tindak pidana korupsi. Pejabat yang mempunyai gaya hidup tinggi berpotensi melakukan penyalahgunaan kekuasaan.
“Mereka bisa menyalahgunaan kekuasaan, suap, penggelapan, jual beli jabatan, dan pungutan liar,” ungkap mantan Wakil Bupati Sukoharjo dua periode 2000 – 2005 dan 2005 – 2010 itu.
Mohammad Toha mengatakan, penangkapan Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar dan Pj Bupati Sorong Yan Piet harus menjadi pelajaran bagi penjabat lainnya. Jangan sampai kasus itu terulang lagi di masa mendatang.
“Kasus itu sangat memalukan. Mereka yang ditangkap KPK itu adalah pejabat sementara yang ditunjuk pemerintah, bukan kepala daerah yang melalui pemilihan. Seharusnya mereka bekerja dengan baik,” tegasnya.
Selain Pj kepala daerah, KPK juga menjerat banyak kepala daerah, khususnya selama tahun 2024. Di antaranya, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Bupati Labuhanbatu Arik Adtrada Ritonga, dan kepala daerah lainnya. (*)