Fraksi PKB Menolak Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari sekolah

JAKARTA – Fraksi Partai Kebangkitan bangsa (FPKB) menolak Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 23 Tahun 2017 tentang hari Sekolah. Permen yang dimaksudkan sebagai penerjemah Program Penguatan Pendidikan Karakter yang tercantum dalam Nawa Cita, berpotensi menimbulkan dampak buruk dan merugikan bagi Madrasah Diniyah serta tidak sesuai dengan kultur pendidikan yang telah berjalan selama ini.
Ketua Fraksi PKB, Ida Fauziyah menyebutkan Madrasah Diniyah tlah terbukti berkontribusi terhadap pembentukan character building dengan kekhasan tradisi dan nilai tafaqohu fiddin (pemahaman keagamaan).
“Pendidikan yang sudah terlembagakan dengan khas tradisi dan nilai tafaquh fiddin seperti madrasah diniyah dan pesantren telah terbukti ikut berperan membentuk karakter bangsa,” terang Ida di Jakarta, Selasa 11/7.
Menurut Ida, Pendidikan karakter itu tidak boleh di pisahkan dari pendidikan agama yang menjadi syarat dalam peningkatan keimanan dan ketaqwaan sesuai dengan amanat pasal 31 ayat 3 UUD RI tahun 1945. Dalam pasal itu disebutkan bahwa meningkatkan keimanan dan ketakewaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penerbitan Permendikbud nomer 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah tersebut telah memicu polemic di masyarakat. Selalin itu, Permen tersebut berpotenski menimbulkan dampak buruk dan merugikan bagi Madrasah Diniyah.
Ida menilai, praktek kebijakan tersebut dapat memicu berbagai implikasi. Dalam pasal 2 ayat (1), misalnya, menyebutkan bahwa hari sekolah dilaksanakan delapan jam dalam satu hari atau 40 jam selama lima hari dalam satu minggu. Selain itu, dalam pasal 5 ayat (1) disebutjkan, hari sekolah digunaka bagi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan intrakulikuler, kokulikuler dan ekstrakulikuler. Kebijakan ini menurut Ida sangat bias perkotaan, karena pada awal mula penyesuaian lima hari sekolah dengan hari Sabtu libur itu karena fenomena di perkotaan orang tua yang memiliki waktu libur hari Sabtu.
“Praktek di perkotaan tidak ada masalah dari segi keamanan, lalu bagaimana dengan daerah-daerah tertinggal di pedesaan yang masih rentan dengan aspek keamanan dan bertambahnya uang saku,” Jelas Ida.
Kedua, lanjutnya, secara psikologis, dunia anak memerlukan waktu untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Tiadanya waktu berinteraksi berdampak pada pertumbuhan mental dan tingkat kejenuhan anak sehingga lemah dalam berinovasi.
Ketiga, dia menambahkan, secara kelembagaan, kebijakan tersebut mematikan diniyah dan pesantren yang dijalankan pada sore hari.
“Penerapan 40 jam selam 5 hari secara perlahan akan menghilangkan jam pelajaran pendidikan keagamaan bukan hanya diniyah saja akan tetapi pendidikan keagaman secara umum yang selama ini diselenggarakan pada sore hari, termasuk berpotensi mematikan layanan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, Pendidikan Al-Quran dan lainya yang menjadi basic penguatan character building,” jelasnya.
Dari hal tersebut, Ida menegaskan, Fraksinya menolak kebijakan Mendikbut tentang hari Sekolah yang terdapat dalam Permendikbud noor 23 tahun 2017.
“Jelas, Fraksi PKB menolak permen tersebut, karena lebihbanyak mudlorotnya daripada unsur manfaatnya. Kami meminta kepada Mendikbud untuk mencabut permen tersebut dan tidak menerapkannya mulai tahun ajaran baru 2017/2018,” tukasnya.