Cegah Ketimpangan Kompetensi, DPR Minta Kurikulum AI-Koding Masuk Pesantren

JAKARTA-Anggota Komisi X DPR RI, Andi Muawiyah Ramly (Amure), mendorong pemerintah agar tidak hanya fokus pada sekolah umum dalam pengembangan kurikulum berbasis teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI) dan koding. Menurutnya, pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis keislaman juga perlu dilibatkan secara aktif dalam transformasi pendidikan digital.
“Pemerintah jangan sampai abai terhadap lembaga pendidikan pesantren. Jika kurikulum AI dan koding hanya diberikan di sekolah umum, maka akan terjadi ketimpangan kompetensi digital di masa depan,” tegas Amure dalam keterangannya, Selasa (5/8/2025).
Pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pengembangan teknologi yang berbasis nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.
Oleh karena itu, kata Amure, sudah saatnya pemerintah melalui Kemendikbudristek dan Kemenag menyusun roadmap integrasi kurikulum AI dan koding ke dalam jenjang pendidikan pesantren.
“Santri hari ini adalah pemimpin masa depan. Mereka harus dibekali tidak hanya ilmu agama, tapi juga kemampuan abad 21. AI dan koding adalah bahasa baru dunia kerja dan pengetahuan global. Jika santri tidak disiapkan dari sekarang, kita akan kehilangan peluang besar,” ujarnya.
Amure juga menyarankan agar penyusunan kurikulum AI dan koding di pesantren dilakukan secara bertahap dan kontekstual. Ia menekankan pentingnya pelatihan bagi para guru pesantren serta penyediaan infrastruktur teknologi sebagai prasyarat.
“Bukan berarti langsung menyeragamkan semuanya. Tapi mulai dulu dari pesantren yang siap, dengan modul pembelajaran yang disesuaikan. Pemerintah bisa libatkan kampus-kampus IT dan komunitas digital untuk membina dan mendampingi,” tambahnya.
Sebagai legislator yang juga aktif memperjuangkan pendidikan berbasis nilai dan keadilan, Amure menegaskan bahwa revolusi digital tidak boleh meninggalkan pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan nasional.
“Jangan sampai transformasi digital justru menciptakan kesenjangan baru. Pemerintah wajib hadir untuk memastikan seluruh anak bangsa, termasuk santri, mendapat kesempatan yang setara untuk tumbuh dan bersaing di era teknologi ini,” pungkasnya.