|  | 

Berita Nasional

Komisi IX DPR RI Dorong Integrasi Dapur Gizi BGN dan Posyandu untuk Tekan Stunting Sejak Kandungan

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI sekaligus Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa, Dr. Nihayatul Wafiroh, M.A., menegaskan pentingnya integrasi antara dapur gizi Badan Gizi Nasional (BGN) dan layanan Posyandu sebagai langkah strategis untuk menurunkan angka stunting secara berkelanjutan, khususnya sejak masa kehamilan. Hal ini disampaikan menanggapi hasil Rapat Kerja Komisi IX bersama Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN, Kepala BPOM, dan Kepala BGN di Senayan.

Menurut Ninik – sapaan akrabnya – pendekatan pencegahan stunting selama ini belum cukup menyentuh kelompok paling rentan, yaitu ibu hamil dan balita di desa-desa. Padahal Posyandu memiliki data yang sangat rinci dan real-time mengenai status gizi masyarakat. Di sisi lain, dapur BGN memiliki logistik dan program penyediaan makanan bergizi. Namun hingga pertengahan 2025, dari 1.858 dapur SPPG yang tersebar di Indonesia, hanya 299 yang benar-benar melayani kelompok 3B (Bumil, Busui, Balita).

“Ini soal kemauan politik dan desain teknis. Posyandu punya data, dapur BGN punya makanan. Tapi kalau tidak disatukan dalam sistem yang menyentuh bawah, maka ibu hamil tetap lapar dan anak tetap lahir stunting,” tegas Ninik.

Ia juga menyoroti rendahnya capaian konsumsi tablet tambah darah (TTD) oleh ibu hamil yang baru mencapai 15,5% dari target nasional, serta lambatnya edukasi dan distribusi suplemen gizi pengganti TTD yang kini disebut MMS (Multi Micronutrient Supplement). “Nama program boleh berubah, tapi kalau masyarakat tidak paham apa itu MMS, maka hasilnya juga tidak berubah. Kunci edukasi gizi itu di Posyandu, bukan di poster. Maka integrasi dapur dan kader harus diperkuat,” ujarnya.

Lebih jauh, mendorong agar pemerintah memastikan bahwa makanan bergizi dari dapur BGN untuk ibu hamil dan balita memenuhi standar gizi yang diuji, dilabeli dengan jelas, dan diawasi oleh BPOM secara berkala. Menurutnya, program makan bergizi tidak boleh hanya menyasar anak sekolah atau PAUD, tetapi harus dimulai sejak masa kehamilan sebagai upaya pencegahan bayi lahir stunting.

"Kalau kita ingin hasil, bukan sekadar program, maka dapur gizi harus terintegrasi dengan data Posyandu dan dikawal oleh kader yang tahu siapa yang benar-benar butuh. Kita tidak boleh biarkan seorang ibu hamil gagal gizi hanya karena sistem gagal mengirim makanan tepat sasaran," pungkasnya.

Related Articles

A new version of this app is available. Click here to update.