Jarum Operasi Tertinggal di Organ Reproduksi, Ketua Umum Perempuan Bangsa: Perlindungan Hak Kesehatan Perempuan Masih Lemah

JAKARTA - Insiden tertinggalnya dua jarum bedah di organ reproduksi Gladys Enjelika Mokodompis usai menjalani operasi hemoroid di sebuah rumah sakit di Jakarta memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Ketua Umum Perempuan Bangsa sekaligus Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, mengecam keras dugaan malpraktik yang menimpa Gladys.
“Saya turut prihatin sekaligus marah atas peristiwa memilukan ini. Gladys harus menanggung dampak kelalaian medis yang sangat serius—dua jarum bedah tertinggal di area organ reproduksinya. Ini bukan sekadar insiden medis, ini menyangkut hak perempuan atas tubuhnya sendiri,” ujar Nihayatul di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Menurut Nihayatul, kasus ini mencerminkan masih lemahnya perlindungan terhadap hak-hak kesehatan perempuan di Indonesia. Ia menilai, ketika perempuan menjadi korban dalam sistem pelayanan kesehatan yang abai, maka itu bukan hanya soal keselamatan pasien, tetapi menyangkut keadilan, kemanusiaan, dan hak asasi manusia.
“Kami mendesak agar kasus ini segera ditindaklanjuti oleh otoritas terkait. Siapa pun yang terbukti lalai harus diberi sanksi tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku untuk memberikan efek jera. Kejadian serupa tidak boleh terulang,” tegasnya.
Ninik-sapaan akrab Nihayatul Wafiroh-menyoroti dampak jangka panjang yang dialami korban, tidak hanya secara fisik tetapi juga psikologis. Trauma yang ditimbulkan dapat memengaruhi kehidupan korban dalam jangka panjang, termasuk produktivitas dan peran sosial, terlebih jika korban juga merupakan penopang keluarga.
“Perempuan korban malpraktik medis kerap mengalami kerugian ganda—fisik, psikologis, dan sosial. Ketika mereka berjuang menuntut keadilan, prosesnya pun sering kali berlarut-larut dan melelahkan. Saya hadir bersama korban untuk memastikan bahwa suara mereka tidak diabaikan,” ungkapnya.
Kasus Gladys terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX DPR RI. Ia mengaku mengalami kerugian fisik dan material akibat kelalaian medis, dan hingga kini belum mendapatkan penyelesaian yang memadai. Proses hukum sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tangerang.
“Negara harus hadir untuk memastikan bahwa hak-hak kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi perempuan, benar-benar dilindungi. Regulasi yang ada harus ditegakkan secara konsisten dan adil,” tambahnya.
Ninik merujuk pada sejumlah regulasi, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien serta Permenkes No. 3 Tahun 2025 tentang Penegakan Disiplin Profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
“Indonesia sudah memiliki regulasi yang cukup memadai untuk melindungi pasien. Persoalannya adalah lemahnya penegakan di lapangan. Kami menuntut ketegasan agar hak-hak pasien benar-benar dihormati,” ujarnya.
Ninik, juga mendesak Kementerian Kesehatan bersama Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP), Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), dan Majelis Disiplin Profesi (MDP) untuk segera melakukan investigasi menyeluruh atas kasus tersebut. Ia juga menyerukan evaluasi total terhadap sistem pengawasan medis dan akuntabilitas rumah sakit, khususnya dalam pelayanan terhadap perempuan dan anak.
“Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Hak-hak korban harus dipulihkan, dan sistem kesehatan kita harus lebih adil, lebih manusiawi, dan berpihak pada korban—terutama perempuan,” pungkasnya.