|  | 

Berita Nasional

Komisi I Oleh Soleh: Preman Berkedok Wartawan Juga Harus Ditindak Tegas!

JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB Oleh Soleh mendukung kerja Satgas Antipremanisme yang dibentuk pemerintah. Selain menindak preman berkedok ormas, dia juga meminta satgas menindak preman berkedok wartawan media online yang meresahkan masyarakat.

Kang Oleh, sapaan akrab Oleh Soleh mengatakan, aksi preman berkedok wartawan media online ini sangat marak. Bahkan, mereka melakukan pemerasan. Mereka memeras kepala sekolah, ketua yayasan, kepala desa, kepala dinas, pemilik usaha, bahkan masyarakat biasa juga menjadi korban.

"Kasihan masyarakat yang menjadi korban. Mereka diteror terus dan dimintai sejumlah uang. Itu betul-betul pemerasan. Aksi premanisme mereka tidak boleh dibiarkan," ujar Kang Oleh, Senin (12/5/2025).

Aksi preman berkedok wartawan media online itu tidak hanya terjadi di satu daerah, tapi terjadi di semua daerah. Dia pun mengecam keras tindakan premanisme berkedok pers tersebut dan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan tegas.

“Ini bukan hanya mencoreng nama baik profesi wartawan, tapi juga merupakan tindak kriminal yang meresahkan masyarakat. Negara tidak boleh membiarkan praktik seperti ini berkembang,” tegas Kang Oleh dalam keterangannya di Jakarta.

Menurutnya, pendirian media dan kerja jurnalistik telah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Menurut Pasal 9 Ayat (2) UU Pers, perusahaan pers wajib berbentuk badan hukum Indonesia. Ini berarti media harus didirikan sebagai badan usaha yang sah, seperti Perseroan Terbatas (PT), koperasi, san yayasan (khusus untuk media non-komersial).

Perusahaan media juga diminta mendaftar ke Dewan Pers, dan disarankan untuk melakukan verifikasi administrasi dan faktual guna mendapatkan sertifikasi dan perlindungan hukum jika terjadi sengketa.

Selain itu, perusahaan pers wajib menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik dan memiliki wartawan profesional, sesuai dengan Pasal 7 UU Pers. Ada 11 butir Kode Etik Jurnalistik menurut Dewan Pers yang harus dipatuhi semua media.

Di antaranya, media harus independen, profesional, tidak menyiarkan berita bohong atau fitnah, tidak mencampurkan fakta dan opini menghakimi, tidak menyalahgunakan informasi, dan dilarang menerima suap.

"Menerima suap saja dilarang, apalagi memeras masyarakat. Jelas itu sudah masuk ranah pidana yang harus ditindak dan diproses hukum oleh penegak hukum," beber Kang Oleh.

Untuk itu, legislator asal Dapil Jawa Barat XI itu meminta Satgas Antipremanisme menindak tegas preman berkedok wartawan media online. Mereka jelas-jelas bukan wartawan, tapi preman yang melakukan intimidasi dan pemerasan kepada masyarakat.

"Satgas Antipremanisme harus menindak dan menangkap mereka jika melakukan aksi tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat," ungkapnya.

Kang Oleh menambahkan, kekerasan yang dilakukan preman bukan hanya fisik, tapi juga non fisik atau verbal. Menurutnya, kekerasan fisik umumnya terjadi di jalanan dan ruang-ruang publik, sementara kekerasan verbal cenderung dilakukan melalui media abal-abal oleh oknum yang mengaku sebagai wartawan.

"Ini adalah bentuk pemerasan terselubung yang dilakukan dengan cara menyebarkan fitnah atau narasi menyesatkan kepada masyarakat, yang sasarannya bisa siapa saja, dari kepala desa, guru, hingga para kiai," tambahnya.

Kang Oleh meminta agar aparat penegak hukum, termasuk Polri, TNI, dan Satpol PP, turut memberikan perhatian serius terhadap bentuk premanisme non-fisik ini. Satgas Antipremanisme diharapkan menjadi garda depan dalam melindungi masyarakat dari intimidasi, pemerasan, dan upaya-upaya provokatif yang tidak bertanggung jawab.

"Premanisme melalui media online abal-abal ini sama bahayanya dengan kekerasan jalanan. Karena itu, penanganannya pun harus tegas dan terukur," tegasnya.

Penulis: Khafidlul Ulum

Related Articles

A new version of this app is available. Click here to update.