|  | 

Berita Nasional

Komisi IX Neng Eem Dorong LAMFI dan Lampintar Jadi Pilar Penguatan Nakes dan Faskes 

YOGYAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI sekaligus Ketua Fraksi PKB MPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, menegaskan pentingnya memperkuat ekosistem tenaga kesehatan (nakes) Indonesia dengan cara yang lebih aplikatif dan kolaboratif. Hal ini disampaikannya dalam forum 3rd Annual Scientific Meeting & Anniversary Lembaga Akreditasi Mutu Fasyankes Indonesia (LAMFI) yang digelar pada pekan ini di Yogyakarta.

Dalam sanbutannya, Eem menggarisbawahi bahwa lembaga-lembaga mitra pemerintah seperti LAMFI yang bergerak di bidang akreditasi fasilitas kesehatan, serta Lampintar Paripurna, sebagai lembaga pelatihan resmi penyelenggara SKP tenaga kesehatan terdaftar di Kementerian Kesehatan, harus berperan aktif menjawab tantangan krusial bangsa.

“Saat ini kita menghadapi realita bahwa banyak dokter, terutama dokter umum, belum bisa membuka praktik karena terkendala uji kompetensi yang sulit diakses, kesulitan pemenuhan SKP, serta belum terakreditasinya faskes tempat mereka bertugas. Negara tidak boleh membiarkan hal ini berlarut-larut,” ungkap Eem di hadapan Ketua Umum LAMFI dr Makky Zamzami MARS dan seluruh peserta yang terdiri dari Dirjen Kemenkes, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Walikota Jogja, Kadinkes Provinsi DIY, Kadinkes Jogja, organisasi profesi, surveior LAMFI dari 10 region, 34 provinsi dan top leader faskes se Indonesia.

Kekurangan Dokter dan Faskes yang Belum Terakreditasi Masih Menjadi Masalah Serius. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa rasio dokter Indonesia masih berkisar di angka 0,47 : 1000 jiwa, sedangkan standar WHO adalah 1:1.000. Bahkan, di beberapa kabupaten terpencil dan perbatasan, rasio ini bisa mencapai 1:5.000 atau lebih.

Di sisi lain, hingga 2024, masih terdapat lebih dari 10.000 puskesmas, klinik, dan faskes swasta yang belum terakreditasi, sehingga tak bisa bekerja sama dengan BPJS Kesehatan maupun menerima insentif pemerintah. Kondisi ini menyebabkan akses masyarakat terhadap layanan bermutu menjadi tidak merata.

Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Bagi Tenaga Kesehatan Harus Diperluas. Eem juga menyoroti bahwa banyak nakes, khususnya di sektor non-ASN dan swasta, belum memperoleh perlindungan sosial dasar seperti BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka merupakan kelompok kerja dengan risiko tinggi, dari paparan infeksi hingga tekanan psikis akibat beban kerja yang berat.

“Kita tidak bisa bicara mutu layanan jika yang melayani tidak sejahtera. Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan bagi dokter, bidan, perawat, dan semua nakes harus diwajibkan secara sistemik. Termasuk bagi mereka yang praktik mandiri di desa atau membuka klinik kecil,” tegas Eem.

Peran LAMFI dan Lampintar Diharapkan Semakin Strategis. Eem mendorong agar LAMFI tidak hanya menjadi lembaga akreditasi formalitas, tetapi juga akselerator peningkatan mutu pelayanan kesehatan primer. Lembaga ini dapat menjembatani faskes-faskes kecil agar bisa memenuhi standar nasional, terutama dalam layanan rujukan, rekam medis digital, sistem pelaporan mutu, dan edukasi pasien.

Sementara Lampintar Paripurna sebagai lembaga pelatihan resmi, diharapkan mempermudah akses tenaga kesehatan terhadap pelatihan berbasis kompetensi dan pemenuhan SKP. Pelatihan harus lebih terjangkau, berbasis kebutuhan lapangan, dan bisa diakses secara daring maupun luring di wilayah 3T.

Sebagai bagian dari Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan, Eem menegaskan akan terus memperjuangkan Percepatan distribusi dokter dan tenaga kesehatan ke wilayah terpencil melalui kebijakan afirmatif dan insentif, Penguatan akreditasi faskes primer dan jejaring rujukan dengan sinergi antar-lembaga dan dukungan anggaran,

Reformasi sistem pelatihan SKP tenaga kesehatan agar lebih adaptif, kolaboratif, dan tidak memberatkan, Perluasan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk semua nakes tanpa terkecuali, Peningkatan alokasi APBN untuk pendidikan dan penguatan SDM kesehatan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun mendatang.

“Negara harus hadir dalam sistem yang memudahkan, bukan mempersulit. Saat dokter dan tenaga kesehatan mendapat dukungan pelatihan, faskesnya terakreditasi, dan perlindungan sosialnya dijamin, maka pelayanan kepada masyarakat pun akan meningkat kualitasnya,” tutup Eem Siti Marhamah.

Sekretaris Jenderal LAMFI, Surotul Ilmiyah, SKM, MKM, PhD, turut hadir memberikan pandangan strategis mengenai arah penguatan mutu layanan kesehatan nasional. Ia menegaskan bahwa LAMFI tidak hanya menjalankan fungsi akreditasi secara administratif, tetapi juga menjadi penggerak budaya mutu, keselamatan, dan perlindungan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia.

“LAMFI bukan hanya mengakreditasi, tetapi mendorong faskes kita agar dapat menjalankan budaya mutu, sistem keselamatan kerja (K3), dan perlindungan SDM kesehatan secara berkelanjutan. Jika saat ini _Universal Coverage_ baru mencapai 37% dalam jaminan BPJS Kesehatan, maka gambaran perlindungan sosial di fasilitas kesehatan kita pun belum merata,” tegasnya.

Ia menambahkan, bahwa melalui proses akreditasi yang terstandar nasional, LAMFI juga berperan mengawasi kelengkapan layanan kesehatan kerja di fasilitas, termasuk bagaimana perlindungan terhadap tenaga kesehatan dipenuhi sesuai regulasi serta mendorong inovasi berkelanjutan faskes dalam pelayanan kesehatan.

“LAMFI ditunjuk berdasarkan SK Menkes No. HK.01.07/MENKES/32/2023 untuk melakukan akreditasi terhadap puskesmas, klinik, labkes, dan praktik mandiri dokter sesuai standar nasional. Kami ingin memastikan bahwa setiap faskes yang terakreditasi memiliki nilai lebih, tidak hanya memenuhi standar minimum, tetapi dapat memiliki inovasi dalam membangun budaya mutu yang kolaboratif, berkelanjutan, dan benar-benar melindungi pekerja kesehatannya,” ujar Ilmiyah.

LAMFI, lanjutnya, akan terus memperluas pendampingan dan edukasi kepada fasilitas kesehatan, terutama di wilayah terpencil, agar tidak tertinggal dalam transformasi sistem kesehatan nasional.

Related Articles

A new version of this app is available. Click here to update.