Tarif 32 Persen untuk Indonesia Ditunda, Komisi VII Apresiasi Lobi Pemerintah

JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat menunda penerapan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia. Informasi ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Selain penundaan tersebut, Indonesia juga tidak dikenai tambahan tarif sebesar 10 persen sebagai bentuk pengakuan atas keikutsertaannya dalam BRICS.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Kaisar Abu Hanifah, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menilai penundaan ini merupakan hasil nyata dari upaya diplomasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia.
“Ini kabar baik bagi Indonesia. Penundaan tarif resiprokal serta tidak dikenakannya tarif tambahan karena bergabung dengan BRICS menunjukkan bahwa negosiasi pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat mulai membuahkan hasil. Ini juga membuktikan adanya keseriusan pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri,” ujar Kaisar, Selasa (15/7/2025).
Kaisar mendorong pemerintah agar memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat jalur diplomasi dan melanjutkan negosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat secara lebih intensif. Menurutnya, penundaan ini membuka ruang dialog untuk mencari solusi terbaik yang tidak merugikan kepentingan nasional.
“Penundaan ini menunjukkan masih terbukanya ruang diplomasi antara kedua negara. Pemerintah perlu memaksimalkan peluang ini agar Indonesia terhindar dari beban tarif tinggi yang berpotensi mengganggu perekonomian,” katanya.
Legislator asal Daerah Istimewa Yogyakarta ini juga mengingatkan bahwa penerapan tarif 32 persen akan berdampak serius terhadap industri ekspor nasional. Ia menilai kebijakan tersebut bisa menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika, mengganggu pertumbuhan ekonomi, serta memengaruhi stabilitas nilai tukar dan iklim investasi.
“Kami khawatir, jika tarif ini diterapkan, maka ekspor Indonesia ke Amerika akan terhambat dan daya saing produk kita akan turun. Hal ini tentu berdampak langsung pada industri dan tenaga kerja di dalam negeri,” tambahnya.
Kaisar juga menekankan bahwa penundaan ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki kebijakan domestik yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing nasional.
“Kami berharap keputusan final terkait tarif resiprokal ini nantinya tidak memberatkan ekonomi nasional, khususnya sektor industri dalam negeri,” pungkasnya.
Penulis : Rach Alida Bahaweres