Sekolah Rakyat Berkonsep Boarding School, Komisi IX Minta Kemensos Antisipasi Tiga Dosa Pendidikan

JAKARTA - Menjelang peluncuran Sekolah Rakyat, Kementerian Sosial diwanti-wanti memperhatikan potensi tiga dosa besar bidang pendidikan. Dengan konsep boarding school, potensi terjadinya perundungan, kekerasan seksual, hingga intoleransi dinilai cukup tinggi.
“Kami mendukung peluncuran sekolah rakyat. Hanya saja kami wanti-wanti agar jajaran Kemensos mengantisipasi terjadinya tiga dosa besar pendidikan yakni perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Apalagi konsep sekolah rakyat ini berbasis asrama,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Neng Eem Marhamah, Senin (30/6/2025).
Neng Eem mengatakan, ketiga dosa pendidikan itu memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak dan menodai semangat pendirian Sekolah Rakyat.
“Kami mendukung jelang peresmian Sekolah Rakyat yang merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo. Untuk mendukung agar Sekolah Rakyat ini berjalan sesuai target dan tepat sasaran, kami minta tiga dosa dicegah agar tidak menjadi momok yang menakutkan yang mengancam masa depan anak bangsa dan mencederai semangat pendirian Sekolah Rakyat,” ujarnya.
Sekolah Rakyat rencananya akan di launching pada Juli 2025 dengan awal pendirian sebanyak 200 sekolah. Nantinya, Sekolah Rakyat ini akan bersifat boarding school tanpa dipungut biaya sedikitpun. Pelaksanaan Sekolah Rakyat ini ditargetkan diberikan kepada anak-anak kategori tak mampu yang tercatat berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Sosial (DTSEN).
Untuk melakukan pencegahan terhadap tiga dosa pendidikan tersebut, ia meminta dilakukan berbagai upaya yang melibatkan berbagai pihak meliputi pihak pemerintah, sekolah, murid dan wali murid. Sejak awal, kurikulum yang dibuat juga memasukkan nilai-nilai anti perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi. Ketiga dosa pendidikan tersebut disosialisasikan kepada seluruh guru, murid dan wali murid untuk disepakati tak dilakukan.
Sekolah Rakyat, kata Neng Eem, juga harus menerapkan kebijakan demi kebijakan yang tegas menolak perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi. Penerapan ini berarti apabila ada pelanggaran, maka pelaku harus mendapat sanksi atas perbuatannya. “Tidak boleh ada tebang pilih atas pelanggaran yang dilakukan. Sekolah harus tindak tegas terhadap perilaku tiga dosa pendidikan ini. Jangan berusaha menutup-nutupi jika ada pelanggaran yang terjadi,” ungkapnya.
Neng Eem mengusulkan agar setiap Sekolah Rakyat dibentuk Tim Gerak Cepat untuk mencegah serta menangani perilaku tiga dosa pendidikan. Jadi apabila terjadi pelanggaran, Tim Gerak Cepat ini langsung bergerak cepat menindaklanjuti aduan dan penegakan sanksi. “Kami tentunya berharap tidak terjadi tiga dosa pendidikan tersebut. Tapi jika terjadi pelanggaran misalnya adanya kasus perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi, korban harus dipastikan mendapat perlindungan dan pendampingan untuk menghilangkan trauma atas peristiwa yang dialami,” katanya.
Penulis : Rach Alida Bahaweres