|  | 

Berita Nasional

Berkas Eks Kapolres Ngada Belum P-21, Komisi III: Segera Panggil Kapolda dan Kejati

JAKARTA– Kasus dugaan prostitusi mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terkesan jalan di tempat. Meskipun telah ditahan di Mabes Polri berkas perkara AKBP Fajar masih belum juga berstatus P-21.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan mengutuk keras kejahatan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap anak-anak. Komisi III akan segera memanggil Kapolda NTT dan Kejati NTT untuk meminta kejelasan mengenai perkembangan kasus ini.

“Ini kejahatan yang sangat biadab. Apalagi korban adalah anak-anak, yang masa depannya hancur akibat tindakan ini. Tidak boleh ada upaya untuk menutupi atau menghentikan proses hukum oleh siapapun. Kami akan mendorong penyelesaian kasus ini hingga tuntas dan memanggil Kapolda serta Kejati untuk mempertanyakan progress-nya,” tegas Abdullah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA NTT) di Ruang Sidang Komisi III, Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Penyidikan kasus AKBP Fajar Widyadharma setidaknya telah berjalan dua bulan. Hingga saat ini berkas kasus masih bolak-balik antara Polda NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT. AKBP Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak berusia 6, 13, dan 16 tahun. Ia merekam aksi bejatnya terhadap anak-anak tersebut dan mengunggahnya ke platform daring, yang kemudian teridentifikasi oleh otoritas Australia.

Gus Abduh-panggilan akrab Abdullah- meyakini bahwa dengan transparansi hukum, Polri dan Polda NTT akan segera memproses kasus ini secara objektif. Komisi III juga akan mengirim tim untuk mengawal proses hukum kasus kejahatan seksual yang melibatkan AKBP Fajar. “Kami optimis, selama Polri dan Polda NTT masih memiliki hati nurani, kasus ini akan dipercepat karena seluruh fraksi di DPR mengecam keras tindakan ini,” tambahnya.

Menurut Abdullah, AKBP Fajar harus dijerat dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU Pornografi. “Kami akan bersinergi memastikan penanganan kasus ini transparan dan akuntabel,” ujarnya.

Gus Abduh juga mendorong Polda NTT untuk memperkuat upaya pencegahan dan pemberantasan kekerasan seksual di NTT. Data UPTD PPA Provinsi NTT menunjukkan bahwa 75% dari 3.052 narapidana di NTT hingga 2025 adalah pelaku kejahatan seksual, menegaskan status NTT sebagai daerah darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan, pada Januari–Maret 2025 saja, telah tercatat 139 kasus kekerasan seksual. “Kami berharap kasus ini menjadi momentum untuk membongkar fenomena gunung es kekerasan seksual di NTT,” pungkasnya.

Penulis : Rach Alida Bahaweres

Related Articles

A new version of this app is available. Click here to update.