|  | 

Berita Nasional

PKB Mendukung Langkah KPU Melarang Mantan Napi Eks Koruptor Nyaleg

JAKARTA - Wasekjen PKB Daniel Johan menegaskan mendukung langkah KPU yang menerapkan larangan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif sebagaimana tertera dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Sebab, menurutnya aturan itu membuat kepemimpinan Indonesia yang lebih baik.

"Niat dan semangat KPU itu demi kepemimpinan Indonesia yang lebih baik, kita mendukung sikap KPU, saya rasa ini terobosan KPU yang perlu kita hargai," ujar Daniel di Jakarta, Selasa 17/9/2018.

Daniel menyatakan, KPU dan stakeholder perlu membahas aturan itu agar sistem kepemimpinan pemilu tidak ada money politic atau politik uang.

"Tapi bagusnya KPU bersama seluruh stakeholder perlu memikirkan yang lebih sistemik dan utuh, sehingga sistem kepemimpinan melalui pemilu benar-benar bisa memutus money politic, agar kekuatan modal tidak membajak rekrutmen kepemimpinan, tapi benar-benar bisa melahirkan kader-kader yang visioner dan setia kepada rakyat, yang benar-benar bisa bekerja untuk kebaikan masyarakat," kata Daniel.

PKB mengaku saat ini tidak mengajukan caleg eks koruptor di Pileg 2019.

"PKB sendiri kan tidak mengajukan satupun caleg eks koruptor. Bisa di cek, PKB gak bersih. Ini salah satu bentuk bahwa PKB mendukung kepemimpinan bersih untuk Indonesia kedepan," terangnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif alias nyaleg. Namun putusan MA itu tak berlaku otomatis.

Dalam putusan MA tersebut, para mantan koruptor tersebut dibolehkan nyaleg. PKPU tersebut bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016.

Permohonan itu diputus pada Kamis, 13 September 2018, oleh majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi.

Tapi putusan MA itu tak berlaku otomatis. Hal itu didasari Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil sebagaimana dikutip detikcom. Dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan:

Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim ke Badan atau Pejabat Usaha Tata Negara, yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.[]

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.