Komisi VII: Kewenangan Kontrak Migas Harus di Kembalikan Ke BUMN

JAKARTA - Naskah revisi UU nomor 22 tahun 2001 tengah dibahas di komisi VII DPR RI. Wakil ketua komisi VII, Syaikhul Islam Ali, mengatakan memfinalisasi draf revisi RUU Migas tersebut mendesak, karena banyak pasalnya yang invalid setelah dibatalkan MK, jumat 30/09.
Salah satu pembahasannya, terkait pemberian wewenang kepada PT Pertamina (persero) untuk meneken kontrak kerja sama dengan pelaku migas yang berinvestasi di Indonesia. Menurut pria yang akrab disapa Gus Syaikhul, melalui UU Migas baru diharapkan lahir BUMN, yang memegang hak pengusahaan migas secara penuh.
"Pertamina pernah punya kewenangan menandatangani kontrak. Namun, lanjut dia, wewenang itu kemudian diambil alih pemerintah. Alhasil, pemerintah dan badan usaha memiliki posisi sejajar," papar Gus Syaikhul di DPR, Senayan.
Gus Syaikhul menegaskan, kewengan Pertamina untuk meneken kontrak lebih cocok untuk sistem production sharing contract (PSC). Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mengungkapkan, dalam pembahasan naskah UU Migas pun terkait fungsi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dikembalikan ke Pertamina. Ada usulan agar fungsi SKK Migas itu dikembalikan kepada Pertamina.
"Ide untuk mengembalikan fungsi SKK Migas ke dalam Pertamina bisa menguatkan fungsi BUMN Migas ini dalam berkontrak," ujarnya.