|  | 

Berita Nasional

Pimpinan DPR Tidak Sah

Press Release

Pimpinan DPR Tidak Sah

Setelah dilantik pada Rabu, 1 Oktober 2014 kemarin, tadi malam DPR RI langsung menggelar Rapat Paripurna penetapan pembentukan fraksi-fraksi DPR RI dan pemilihan Pimpinan DPR RI. Rapat paripurna dipimpin oleh Pimpinan Sementara, yaitu Dra. Popong Otje Djundjunan dari Partai Golkar sebagai anggota tertua dan Ade Rezki Pratama, SE dari Partai Gerindra sebagai anggota termuda. Sebagai rapat perdana setelah pengucapan sumpah/janji anggota DPR periode 2014-2019, rapat ini diharapkan mencerminkan performa wajah baru parlemen dan dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap wakil rakyat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Rapat Paripurna Ke-2 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014-2015 yang digelar tadi malam hingga pagi dini hari tersebut berlangsung secara tidak kondusif dan tidak demokratis. Rapat yang diharapkan menjadi arena untuk mempertemukan berbagai gagasan dan pendapat, serta pengambilan keputusan yang aspiratif dan demokratis, ternyata menjadi ajang mematikan keberagaman aspirasi dan membungkam demokrasi. Salah satu hasil rapat paripurna yang dipaksakan tadi malam adalah terpilihnya pimpinan DPR periode 2014-2019.
Kami memandang bahwa hasil rapat peripurna tentang pemilihan pimpinan DPR tersebu ttidak sah karena adanya beberapa indikasi pelanggaran sebagai berikut:

  1. Sebelum paripurna dilakukan, pada sore hari terlebih dahulu dilakukan rapat konsultasi untuk membicarakan rancangan jadwal acara rapat-rapat dan tata cara pemilihan calon ketua dan calon wakil ketua DPR RI. Salah satu yang dipersoalkan dalam rapat konsultasi itu adalah bahwa Tata Tertib DPR masih mengandung beberapa masalah karena dibahas oleh DPR periode lalu, padahal Tatib tersebut digunakan bagi periode baru. Fraksi dan anggota baru yang jumlahnya mencapau 57 persen kehilangan hak untuk membahas peraturan yang akan mengikat mereka.
  2. Rapat konsultasi itu tidak mencapai titik temu soal jadwal dan agenda rapat, namun pimpinan sidang memaksakan untuk melanjutkan dan menyelesaikan sidang malam itu juga. Bahkan rapat konsultasi tersebut belum ditutup, namun sudah dianggap selesai dan dibawa ke rapat paripurna.
  3. Rapat paripurna menyalahi prosedur karena tidak ada pengesahan Tata Tertib. Padahal Tata Tertib tidak dapat dicarryover antar-periode. Dalam praktik persidangan parlemen yang berlaku selama ini, dalam setiap awal persidangan periode baru selalu ada pengesahan tata tertib.
  4. Pembentukan fraksi sebagai kepanjangan tangan partai sebagaimana diatur dalam UU MD3 belum selesai dilakukan. pada agenda awal Paripurna ke-2 tersebut, baru 7 fraksi yang sudah menyampaikan nama dan pimpinan fraksi. Sedangkankan, tiga fraksi yaitu PKB, PDIP dan Hanura belum menyerahkan susunan fraksi. Sehingga pembentukan fraksi-fraksi belum dapat ditetapkan. Dengan demikikan, secara prosedural, maka agenda pemilihan pimpinan DPR mestinya belum dapat dilakukan karena penyampaian usul paket pimpinan hanya dapat dilakukan oleh fraksi.
  5. Pimpinan sementara telah melakukan perampasan hak anggota untuk berbicara dan menyampaikan pendapat. Hal ini diindikasikan dengan dibungkamnya suara dan aspirasi yang berbeda dengan suara dan aspirasi kelompo mayoritas. Pimpinan Sidang Sementara yang berasal dari kubu KMP menegasikan aspirasi dan pendapat anggota sidang dengan tidak mengakomodir sejumlah interupsi yang dilakukan oleh anggota PKB, PDIP, Hanura dan Nasdem. Bahkan pimpinan sidang berkali-kali menyebutkan PKB tidak ada dalamm sudang tersebut. Majunya para anggota DPR ke depan meja pimpinan harus dipahami dalam konteks ini.
  6. Pimpinan sidang tidak kapabel dan tidak profesional dalam memimpin sidang. Hal ini ditunjukkan dengan tidak netralnya pimpinan sidang dalam memberikan ruang yang adil, ketidakmampuan mengelola dinamika forum dan aspirasi yang berkembang, tidak dipahaminya prosedur persidangan resmi dan pengambilan keputusan, serta penggunaan yang tidak resmi dalam persidangan yang bersifat formal.

Dengan alasan-alasan tersebut, langkah PKB untuk melakukan walk-out dilakukan untuk menjaga demokrasi dalam parlemen dan membela aspirasi rakyat yang diwakilinya. Rakyat menghendaki parlemen sebagai lembaga demokrasi dapat menerapkan dan memberikan teladan praktek demokrasi, namun dalam kenyataanya justru mematikan demokrasi. Praktek semacamm ini terus berlanjut maka dapat menjadi lonceng kematian demokrasi di Indonesia. Langkah PKB ini dimaksudkan sebagai bentuk pembelajaran politik bagi bangsa dan melakukan koreksi terhadap parktek-praktek yang anti-demokrasi.
Belajar dari tragedi demokrasi tersebut, PKB mengajak kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk bersama-sama mengawal institusi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat agar dapat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, menegakkan etika politik dan memperjuangkan aspirasi dan kehendak publik untuk mewujudkan kehidupan poitik yang sehat dan berkualitas. Menurut PKB, dengan banyaknya persoalan di atas, persidangan yang ditampilkan tadi malam sarat pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR. DPR, DPD, dan DPRD dan Peraturan DPR tentang Tata Tertib DPR serta etika umum.
Pelanggaran tersebut terjadi terhadap ketentuan pada Pasal 80 Undang-Undang MD3 yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 11 Tatib DPR tentang Hak Anggota dimana setiap anggota mempunyai hak untuk menyampaikan usul dan pendapat. Untuk itu, sebagai upaya untuk melakukan pembejalaran politik dan menegakkan etika kedewanan, PKB akan menggugat pimpinan sementara DPR kepada Rapat Paripurna, karena Mahkamah Kehormatan DPR belum terbentuk. Gugatan ini dilakukan sebagai upaya PKB untuk menegakkan demokrasi dan memulihkan kepercayaan pubik terhadap lembaga parlemen.
Jakarta, 2 Oktober 2014

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.