|  | 

Berita Nasional

DPR Kritik Tajam Menteri ESDM soal Tambang Kritis: Bisa Nggak Sih Kelola Sendiri?

JAKARTA-Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, melontarkan kritik tajam atas pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, terkait rencana kerja sama eksplorasi tambang mineral kritis dengan Amerika Serikat. Menurutnya, langkah ini berpotensi mengulang kesalahan masa lalu, yaitu memperbolehkan pihak asing menguasai hulu industri tambang nasional, tanpa ada jaminan penguatan hilirisasi di dalam negeri.

“Kita harus bertanya dengan tegas bisa nggak sih Indonesia mengelola tambang-tambang kritis sendiri? Haruskah eksplorasi dan nilai tambah SDA strategis kita justru kembali diserahkan ke tangan asing?” tegas Ratna di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Menurut legislator dari Fraksi PKB ini, kebijakan semacam ini justru menjauh dari semangat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Presiden Prabowo telah menegaskan pentingnya kedaulatan ekonomi dan pengelolaan SDA berbasis kepentingan nasional. Maka semestinya, Menteri ESDM hadir memperkuat posisi itu, bukan malah membuka pintu bagi negara lain untuk menguasai sumber daya strategis kita,” lanjutnya.

Ratna Juwita mendorong agar pemerintah melakukan evaluasi total terhadap skema kerja sama eksplorasi SDA, khususnya yang melibatkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat.

“Kalau kita terus bergantung pada asing, sampai kapan pun kita tidak akan pernah mandiri. Jangan sampai kita hanya menjadi penyedia bahan mentah, lalu membeli kembali produknya dengan harga mahal,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia merespons keinginan Amerika Serikat (AS) untuk mengakses "harta karun" Indonesia, berupa sumber daya mineral kritis. Peluang kerja sama terkait mineral kritis ini terbuka seiring dengan tercapainya kesepakatan kerangka kerja antara Indonesia dan AS, terutama dalam negosiasi tarif impor kedua negara.

Bahlil menyampaikan keinginan Amerika Serikat untuk mengakses mineral kritis Indonesia dapat difasilitasi, asalkan disertai komitmen untuk menghadirkan investor ke Tanah Air. Dengan begitu, pemerintah siap menyediakan area tambang mineral kritis untuk mereka.

"Kemarin, negosiasi tentang tarif, ada keinginan untuk Amerika, mineral kritis. Saya bilang, kita kasih. Sama. Tinggal Bapak datangkan investornya, saya siapkan tambangnya," tegas Bahlil di Hotel Mulia Jakarta, dikutip Kamis (7/8/2025).

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.296.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong dalam Klasifikasi Mineral Kritis, terdapat 47 komoditas tambang yang diklasifikasikan sebagai mineral kritis.

Antara lain Aluminium, Antimoni, Barium, Berilium, Besi, Bismut, Boron, Kadmium, Feldspar, Fluorspar, Fosfor, Galena, Galium, Germanium, Grafit, Hafnium, Indium, Kalium, Kalsium, Kobal, Kromium, Litium, Logam Tanah Jarang, Magnesium, Merkuri, Molibdenum, dan Nikel.

Selain itu ada pula Niobium, Palladium, Platinum, Ruthenium, Selenium, Seng, Silika, Sulfur, Skandium, Stronsium, Tantalum, Telurium, Tembaga, Timah, Titanium, Torium, Wolfram, Vanadium, dan Zirkonium.

Related Articles

A new version of this app is available. Click here to update.