Audiensi Masyarakat NTB : Perjuangkan Hak Atas Air Bersih dan Kepemilikan Tanah

JAKARTA-Tak pernah terbayangkan dalam benak warga Gili Meno, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara jika suatu saat akan kesulitan mendapatkan air bersih untuk kehidupan sehari-hari. “Tak ada air sama sekali dan ini sudah berlangsung selama satu tahun. Ini sudah darurat,” ungkap pendamping Komunitas Gili Meno Amri Nuryadi. Ia mengatakan, sebanyak 900 jiwa dari 281 Kepala Keluarga di Desa Gili Meno mengandalkan air hujan untuk mandi. Sedangkan untuk minum, masyarakat terpaksa harus merogoh kocek lebih banyak untuk membeli air galon air ulang.
Dalam sepekan, masyarakat terpaksa harus membeli air galon isi ulang seharga Rp 15 ribu, tiga kali lipat lebih mahal daripada harga normal yang hanya Rp 5000. Padahal dalam sehari, dibutuhkan 2-3 galon untuk minum dan memasak.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Walhi NTB ini menyampaikan, permasalahan sulitnya air bersih ini berawal dari penyulingan yang dilakukan PT Tiara Cipta Nirwana yang melakukan penyulingan air laut menjadi air bersih yang berdampak pada rusaknya terumbu karang seluas 2400 meter persegi. Penyulingan ini menggunakan bahan kimia yang menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan air bersih.
Amri menyampaikan keluhan ini saat melakukan audiensi di Ruang Rapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di Gedung DPR, Jakarta pada Selasa, (18/2/2025). Tak hanya ia, tapi ada beberapa orang yang juga datang dan menyampaikan permasalahan yang berbeda. Salah satunya permasalahan yang dialami Desa Karang Sideman, Lombok Tengah.
Mewakili masyarakat Desa Karang Sideman, Kabupaten Lombok Tengah, Executive Nasional Walhi Feri Widodo menceritakan secara gamplang apa yang dialami masyarakat Desa tersebut. Desa Karang Sideman merupakan desa pemekaran dari Desa Tanah Beak. “Tapi hingga kini belum ada pengakuan resmi dari pemerintah terhadap status kepemilikan, penggarapan dan pengelolaan lahan yang telah dilakukan pemerintah secara turun temurun,” ungkap Feri.
Akibatnya konflik agraria rentan terjadi antara masyarakat dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan lahan secara non hukum. Sebanyak 520 Kepala Keluarga (KK) hingga kini masih berusaha agar mempercepat redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di lahan seluas 182 hektar. Perjuangan masyarakat untuk mempercepat TORA ini bahkan telah dilakukan sejak dua tahun lalu. “Kami sudah melalui prosedur formal mulai dari audiensi hingga mengirim surat hingga ke Kementerian,” ungkap Feri saat melakukan audiensi di Ruang Rapat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR, Selasa (18/2/2025).
Perjuangan untuk mendapatkan TORA ini semakin tak mudah karena selain masyarakat, ada pihak-pihak lain yang juga berusaha mengambil alih tanah objek tersebut. “Ada pemain di tikungan yang meminta tanah dibagi empat. Selain masyarakat, ada permintaan tanah tersebut diberikan ke bank tanah, perusahaan hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok. Bayangkan, tanah itu harus dibagi-bagi ke banyak pihak,” tambahnya.
Ia mengkuatirkan jika tanah tersebut harus dibagi kepada empat pihak, akan banyak masyarakat yang tidak akan mendapatkan haknya. “Bisa jadi ada masyarakat yang hanya mendapat 100 meter dan bahkan bisa jadi hanya dapat 50 meter. Mau bertanam apa di tanah seluas itu,” katanya lagi.
Ia meminta, agar Fraksi PKB membantu memperjuangkan agar tanah tersebut hanya dialokasikan kepada 520 KK. “Kami juga mendesak agar Kementerian ATR/BPN tidak menerima pihak lain selain 520 KK yang berhak untuk menerima TORA tersebut,” tambahnya lagi.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa Indrajaya mengatakan akan mengawal perjuangan masyarakat Desa Karang Sideman dan warga Gili Meno. Menurutnya, tidak boleh ada pihak yang mengambil hak-hak masyarakat untuk mendapatkan air bersih dan kepemilikan tanah. “Upaya untuk perjuangkan hak masyarakat itu kita dukung dan kita harap semua pihak bergerak untuk mewujudkan apa yang diinginkan masyarakat. Kami di Fraksi PKB akan membawa permasalahan ini hingga ke Kementerian terkait," tambahnya.
Penulis : Rach Alida Bahaweres