|  | 

Opini

Menghalau Wabah Hoax

Oleh: Abdul Kadir Karding

 

PEREDARAN informasi kini mendapatkan ujian. Seiring dengan berkembangnya teknologi, setiap orang dengan mudah bisa menyebarkan informasi kepada publik. Satu sisi perkembangan itu menjadi nilai positif karena orang berkesempatan menyampaikan gagasan, ide dan kritik kepada seseorang ataupun kepada pemerintah. Namun di sisi lain, kebebasan itu ada yang menyalahgunakan dengan menyebarkan informasi bohong atau biasa disebut hoax.

Dalam demokrasi, peredaran informasi bagai oksigen yang bisa menghidupkan sendi-sendi kehidupan. Demokrasi akan mati jika peredaran informasi dibatasi. Melalui kebebasan berekspresi dengan cara menyebarkan infomasi itulah yang akan terus memupuk demokrasi. Jika informasi bagian dari oksigen dalam demokrasi, maka hoax adalah racun yang akan merusak demokrasi.

Hoax akan menjadi racun yang menghancurkan sendi-sendi tubuh demokrasi. Hoax bagian dari tipu muslihat yang akan mengecoh publik. Jika sudah terkecoh maka demokrasi akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Publik bisa digerakkan untuk kepentingan pihak tertentu. Gerakan demokrasi bukan untuk kepentingannya sendiri karena dia sendiri menjadi korban penipuan informasi.

Jadi, peredaran hoax itu bagian dari racun yang akan merusak demokrasi. Tatatan informasi yang seharusnya demi perbaikan justru diselewengkan untuk kehancuran. Maka kita patut khawatir penyeberan hoax akan mengancam sendisendi persatuan bangsa. Setidaknya, ada dua motif kenapa orang menyebarkan informasi hoax, yakni motif politik dan ekonomi.

Setiap kali menjelang momentum pemilu/pilkada maka intensitas peredaran hoax semakin marak. Mereka menyebarkan informasi bohong dan fitnah untuk menghancurkan kredibilitas lawan politik. Mereka ìmenggorengî informasi agar pemilih terkecoh dan mau mendukung calon tertentu. Maka tak heran jika saat ini banyak tim kampanye peserta pemilu yang secara sengaja membuat tim cyber yang salah satu tugasnya adalah membuat propaganda.

Dalam politik, propaganda merupakan sesuatu yang wajar. Namun, jika propaganda itu tidak sesuai dengan fakta maka itu akan menjadi hoax. Selain motif politik, ada kelompok tertentu yang membuat hoax demi kepentingan ekonomi. Mereka membuat situs online untuk dijadikan mesin uang.

Caranya, mereka mengolah informasi secara serampangan sehingga judulnya bombastis dan isinya tidak sesuai dengan fakta. Mereka membuat berita palsu dan melakukan pelintiran informasi. Setiap kali ada momentum atau isu yang banyak dibicarakan orang mereka langsung ìmenggorengî isu tersebut menjadi berita bombastis.

Orang yang menerima linkjudul berita terus akan tertarik lalu akan membuka situs itu. Jika sudah demikian maka sekali klik akan ada hitungannya untuk para pengiklan. Setiap bulan, pemilik situs itu akan menerima uang iklan ke rekeningnya atau biasa disebut dengan GoogleAdSense. Harus diakui, esensi munculnya kabar hoax ini sudah ada sejak zaman dahulu kala.

Dalam sejarah umat Islam, penyebaran kabar bohong dan fitnah sejak dulu juga sudah sering bertebaran. Meninggalnya dua kholifah, yakni Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib, juga dipicu oleh kabar hoax. Kala itu, Usman difitnah telah melakukan korupsi. Kabar ini menyebar ke orang-orang yang memang memiliki karakter sumbu pendek. Akhirnya, Usman dibunuh oleh orang yang termakan hasutan kabar hoax tersebut.

Era 80-an

Waktu saya kecil atau sekitar tahun 1980-an dan seterusnya, kabar hoax juga sudah ada. Saya masih ingat, kala itu sering muncul selebaran yang isinya tidak bisa dipastikan fakta atau tidak. Pembuatnya siapa juga tak jelas. Biasanya selebaran itu berisi tentang informasi peristiwa yang dialami orang-orang hebat.

Misalnya, selebaran itu menyebut bahwa Imam Masjid di Makkah atau Madinah telah bermimpi akan terjadi sesuatu. Di selebaran itu kemudian kita diminta untuk menyebarkan ke umat Islam dengan cara menggandakan (foto copi). Di selebaran itu tertulis, jika kita tidak menyebarkan selebaran itu maka akan terancam dengan bencana tertentu. Apa yang terjadi pada tahun 1980-an itu sama persis dengan yang terjadi saat ini.

Namun, pola penyebaran hoaxnya berbeda. Jika dulu hanya melalui selebaran hard copy. Sekarang, penyebaran hoax sudah lebih canggih karena memanfaatkan teknologi. Akibatnya, kabar hoax itu semakin mudah dilakukan karena ada internet. Lalu apa yang harus dilakukan untuk menghalau hoax. Jika kita menganggap hoax adalah racun maka harus ada gerakan secara bersama-sama untuk memberantasnya. Jangan sampai wabah hoax justru terus menjangkiti alam pikir kita.

Kita patut khawatir jika hoax terus-menerus mewabah akan berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa. Sebab, kabar hoax akan memicu kebencian antaranak bangsa. Parahnya lagi, penyebar hoax itu rata-rata juga orang Indonesia sendiri. Ini sangat musykil, bagaimana bisa orang Indonesia ingin merusak rumah bangsa sendiri.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden RI Joko Widodo sudah menyampaikan berbagai keprihatinan atas maraknya hoax. Bahkan, masalah hoax ini sudah dibahas dalam sidang kabinet. Pemerintah membuat berbagai rencana untuk mengatasi hoax. Mulai dari pembentukan badan cyber nasional, memblokir situs-situs penyebar hoax hingga melakukan kampanye anti-hoax.

Sejauh ini, keberhasilan upaya pemerintah menghalau hoax belum terlihat. Pemerintah mengklaim sudah memblokir sebanyak 800 ribu situs yang selama ini berisi konten negatif, seperti situs radikal, menyebarkan hoax, perjudian hingga pornografi. Namun, hingga kini situs-situs berkonten negatif masih saja bisa kita temui di internet. (47)

— Abdul Kadir Karding, Ketua Fraksi PKB MPR dan Sekjen DPPPKB

Related Articles

Kata Mutiara

“Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin” --- Gusdur

A new version of this app is available. Click here to update.